Arsip

Ketika Negara Api Menyerang

“Kenapa harus pakai kata Nederland Indische Dierenartsen School ? seperti tidak bangga saja dengan Bahasa Indonesia, atau biar dibilang mainstream. Pakai bahasa Indonesia saja lah biar lebih familiar. Toh, penjual di pasar juga ga paham dengan kata itu”.

Kata temanku suatu hari ketika melihat aku mengenakan jas himpunan mahasiswa yang bertuliskan Nederland Indische Dierenartsen School yang artinya Sekolah Dokter Hewan Hindia Belanda atau lebih dikenal dengan Kedokteran Hewan. Dia memang sedikit sewot apabila melihat hal-hal yang tidak menunjukkan kecintaan pada Tanah Air. Bukannya aku tidak cinta Tanah Air, akan tetapi ada dasar tersendiri, menurutku dan menurut teman-teman di himpunan mengapa lebih memilih nama tersebut. Baca lebih lanjut

Muslimah INTEGRITAS

bukan sok sibuk, ketika aku memilih malam-malamku disibukkan dengan mempelajari ilmu Allah, daripada harus duduk manis didepan TV dan mengobrolkan seseuatu yang tidak jelas.

bukan ga gaul, ketika aku memilih sibuk menulis, daripada harus nongkrong dan bersenda gurau di lorong kampus.

bukan ga kompak, ketika aku memilih prinsipku dalam memilih dan menentukan sesuatu, daripada harus menuruti ego kalian yang emang aku rasa kurang bermanfaat.

bukan sok pintar, ketika aku sibuk membaca dan mengaji, daripada berdebat yang tak pasti.

bukan introvet, ketika aku menyendiri berusaha memuruja’ah hafalan, daripada harus berfikir terjerembab dengan gejolak muda.

bukan sok aktifis, ketika aku memilih weekendku terpenuhi dengan jadwal pembinaan dan pengembangan diri, daripada harus tidur di bad yang empuk dan mendengarkan musik.

sebenarnya tidak hanya itu, banyak alasan yang menjelaskan satu prinsipku yg berbeda denganmu

inilah aku, dengan segudang kegiatan dan sebuha prinsip, bahwa MENJADI MUSLIMAH INTEGRITAS ADALAH HARGA MATI–> to penghuni intana mutiara. ganbare tomodachi kawai^0^/

Untuk Mutiara Hati

dari sebuah ketiadaan, apakah kita pernah sadar. bahwa, kita ada karena pejuangannya. mencoba mendengarkan harapan dan segala rasa asanya. beliau adalah mutiara tiada tara. mencetak kita yang luar biasa seperti saat ini. mencoba merenungi, balasan apa yang pantas untuknya?

ANAKKU…..
Bila ibu boleh memilih. Apakah ibu berbadan langsing atau berbadan besar karena mengandungmu.
Maka ibu akan memilih mengandungmu.
Karena dalam mengandungmu, ibu merasakan keajaiban dan kebesaran ALLAH
Sembilan bulan nak…
Engkau hidup di perut ibu.
Engkau ikut kemanapun ibu pergi.
Engkau ikut merasakan ketika jantung ibu berdetak karena kebahagiaan.
Engkau menendang rahim ibu ketika engkau merasa tidak nyaman, karena ibu kecewa dan berurai air mata.

Anakku…
Bila ibu boleh memilih apakah ibu harus operasi caesar ,atau ibu harus berjung melahirkanmu
Maka ibu memilih barjuang melahirkanmu
Karena manunggu dari jam ke jam, menit ke menit kelahiranmu
Adalah seperti menunggu antrian memasuki salah satu pintu syurga
Karena kedahsyatan perjuanganmu untuk mencari jalan keluar ke dunia sangat ibu rasakan
Dan saat itulah kebesaran ALLAH menyelimuti kita berdua
Malaikat tersenyum diantara peluh dan erangan rasa sakit
Yang tak pernah bisa ibu ceritakan kepada siapapun
Dan ketika engkau hadir, tangismu memecah dunia
Saat itulah…
Saat paling membahagiakan
Segala sakit dan derita sirna melihat dirimu yang merah
Mendengarkan ayahmu mengumandangkan adzan,
Kalimat syahadat kebesaran ALLAH dan penetapan hati tentang junjungan kita Rasulullah di telinga mungilmu

Anakku…
Bila ibu boleh memilih apakah ibu berdada indah,
Atau harus bangun tengah malam untuk menyusuimu
Maka ibu memilih menyusuimu
Karena dengan menyusuimu ibu telah membekali hidupmu dengan tetesan-tetesan tegukan tegukan yang sangat berharga
Merasakan hangat bibir dan badanmu di dada ibu dalam kantuk ibu,
Adalah sebuah rasa luar biasa yang tak bisa orang lain rasakan

Anakku…
Bila ibu boleh memilih berlama-lama di ruang rapat atau di kantor
Atau duduk dilantai rumah menemanimu bermain puzzle
Maka ibu memilih bermain puzzle denganmu
Tetapi anakku…
Hidup memang pilihan…
Jika dengan pilihan ibu, engkau merasa sepi dan merana
Maka maafkanlah ibu nak…
Maafkan ibu….Maafkan ibu…
Percayalah nak ibu sadang menyempurnakan puzzle kehidupan kita
Agar tak ada satupun bagian kepingan puzzle kehidupan kita yang hilang
Ibu ingin engkau berdua tak kehilangan puzzle hidupmu di masa depan
Maka izinkanlah ibu menjadi sebagian tangan ayahmu untuk membantunya berjuang buat kalian
Percayalah nak…
Sepi dan ranamu adalah sebagian dari duka ibu.
Percayalah nak…
Engkau adalah selalu menjadi belahan nyawa ibu.

………………………………………………………………………………………………………….4 my lovely kids

(dari ibu untuk mutiara hati. .:Dayana Laily Rosyidah dan Sholahuddin Noor Azmy:.)

Ibu, maafkan egoku

Angin sedikit kencang menderu jalan siang itu. Kumparan pasir dan daun-daun terlihat. Menepi. Di jalan-jalan beraspal. Siang sudah menunjukkan kekuasaannya. Matahari tepat di ubun-ubun. Bunyi gasir dari pohon jalanan ikut meramaikan. Awan masih jarang. Biru langit serasa laut yang akan tumpah ke bumi.
hati ada yang janggal. Kenapa tidak meredam juga. Terjerembab rindu untuk ibu. Baru kemarin meninggalkan beliau. Dengan berbekas sakit setelah tiga hari berturut-turut ricuh. Tak ingin tahu menahu keinginan beliau.

“Ibu keras!” simpulku saat itu dalam hati.

“Memang seperti itu kan?” tiba-tiba aku bertanya pada diriku sendiri.

“Ibu tidak memahami perasaanku!” ego berucap tanpa pandang bulu

“kalau begitu, kenapa kau tidak memahami perasaan beliau terlebih dahulu?”
pertanyaan naluri datang lagi
“ibu tidak pengertian!” statemen emosi muncul lagi

“seperti apa? Tidak pengertiannya apakah seperti menyekolahkanmu dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi? Tidak pengertian dengan membanting tulang demi laptop, kendaraan, dan segala kebutuhanmu saat ini? Tidak pengertian dengan selalu mengingatkan ketika ibadahmu lemah, puasamu, shalatmu? Tidak pengertian dengan selalu telaten menemani belajar untuk pekerjaan rumahmu? Tidak pengertian seperti memasakkan dan menghajarkan masakan dan kue-kue kecil untukmu? Tidak pengertian dengan mengajar alif, ba’, tak setiap malam dan shalawat sebelum kau beranjak tidur? Tidak pengertian dengan selalu membuatkan pakainmu dari jahitannya? Tidak pengertian dengan selalu memperbaiki penerangan lampu kamarmu, meja belajarmu, tempat tidurmu, dan atap kamarmu jika bocor saat hujan datang? Itukan ketidak pengertian beliau?!”

“aku..” kata-kata itu tidak berlanjut

“bukan itu maksudku” lanjutku

“lalu seperti apa? Kau memang aneh.” Nurani berkata

“aku ingin ibu seperti saahabatku sendiri, aku ingin beliau cerita sekedar menumpahkan rasa yang selama ini dipendamnya, begitupun diriku. Aku hanya ingin kita bisa saling memahami, satu sama lain. Aku ingin ibu sekedar menanyakan “nduk, pun maem? Jangan lupa belajarnya”, itu saja. Kadang ibu sibuk sendiri ketika aku pulang, sekedar memarahi, tapi aku tahu itu salah. Tapi, aku juga ingin diperhatikan oleh beliau, rangkulan hangatnya, sekedar ucapan “sayang”, dan nasehat dengan suara merdunya. Akan tetapi…….. Astaghfirullah, maafkan aku ibu, seharusnya aku tidak egois seperti ini. Lebih mengerti keinginan sederhanamu, agar aku tumbuh menjadi anak yang sholehah, patuh dan berbakti padamu ibu. Astaghfirullahal’adziimmm..” tangisan pecah di atom siang. Satu persatu terberai, terurang dari ikatan keangkuhan dunia.

“seharusnya kau lebih memahami apa yang diinginkan ibu dengan sederhana, hilangkanlah segala su’udzon itu, karena akan menjauhkan dirimu dari ikhlas seorang ibu. Sedikit banyak sakitmu, lebih sakit lagi ibumu. Masa sembilan bulan itu sudah lebih dari cukup untuk semua kesusahan. Balitamu dengan senyum yang ceria, beliau terima. Tangismu tanpa sebab, juga beliau terima. Menyuapimu, dengan bujukan rayu, terkadang cubitan kecil itu diberikan saat kau tak mau makan, akan tetapi ubitan lembut dari hati seorang ibu. Bahkan, kata-kata “uh,” yang tak sengaja terucap lebih keras daripada cubitan itu.

Apakah kau ingat ‘ego’? hari dimana ibumu sangat terguncang. Beliau tersedu sendiri, terpojok, tiada berucap sepatah katapun. Saat itu kau masih belum mengerti apa-apa, sakaratul mautpun entah apa, kau masih balita. Hanya sibuk bermain-main tanpa mengerti keadaan hati ibumu yang sebenarnya. Ketika ayahmu tiada.

Apakah kau ingat ‘ego’? selama tiga hari setelah kejadian itu, kau tiba-tiba mogok makan. Ibumu kebingungan, dalam hatinya berkata ‘Ya Alloh, kenapa sikecil tidak mau makan, kuatkan hamba sekuat mungkin’. Ibumu bingung harus melakukan apa. Belum juga sembuh sedih, sakit, dan kekecewaan dihatinya, kau malah berbuat ulah. MENGERTILAH, ibumu tetap sabar. Hingga sekarang!

Mungkin sabar beliau berbeda. Tidak seperti ibunda lain. Yang selalu membawakan bekal ke sekolah. Mengantar dan menunggui hingga bel sekolah berbunyi. Tapi beliau selalu memantaumu dari kejauhan, dengan doa dan dukungannya.

Mungkin beliau luarbiasa. Telah mendidikmu hingga menjadi sekarang. Itu sudah sangat luar biasa. empat peran sekaligus beliau tangani, sebagai teman, guru, ayah, dan ibu. Kau seharusnya bangga memiliki ibu seperti ibumu.

Mungin ibumu itu sangat rela. Mengikhlaskan ayah, mengikhlaskanmu untuk tak sering lagi dirumah semenjak kau tinggal di Asrama MTs. Mengikhlaskan kerinduannya setiap hari kepadamu. Jikalau beliau boleh berkata, ‘nak, kau jangan kemana-mana. Tetap di damping ibu, temani ibu, mari kita curahkan hati kita berdua, mari nak ibu ajarkan kau bersenandung syukur akan nikmat IlahiRobbi yang luar biasa ini hingga ibu dikaruniai anak sepertimu’.

Mungkin ibu memang pemarah. Ingat kau saat itu, bermain seharian tak tahu waktu, pulang-pulang kau di sabit dengan sabuk ayahmu. Ingatkah kau saat itu, pulang sekolah tak langsung pulang hingga kau terkunci di luar rumah seharian tak boleh masuk. Ingatkah kau saat di suruh membantu bersih-bersih, ibu marah luarbiasa karena kesalahanmu. Okey, saat itu mungkin kau bilang ‘ibu jahat, ibu tidak sayang padaku, ibu tidak mengerti keinginanku, apa aku memang bukan anak ibu’. Kata-katamu sungguh lucu ‘ego’. Bodohnya kamu dengan egomu. Jika di kroscek, semua itu memang kesalahanmu.

Ibu sangat menyayangimu, mengertilah itu. Ibu adalah permata yang sangat berharga untukmu. SADARLAH ego, peluklah dia ketika kamu pulang, cium tangannya, cium kakinya, minta maaflah kepadanya, hingga righo itu akan terbuka lebar untukmu.
Ego berkata
‘IBU, MAAFKAN LIA’
‘IBU, LIA MENCINTAIMU, SUNGGUH-SUNGGUH MENCINTAIMU KARENA ALLOH SWT’

satu persatu airmata itu, dengan diselingi angin, hingga jatuh bersama keegoisannya.

Keinginan Sederhana

Pagi ini seperti pagi-pagi sebelumnya. Udara masih sejuk membungkus alveoli. Pepohonan sedikit memberikan pemanasan pada tangkai dan dedaunan. Burung baru saja membuka jendela dan mulai menebar salam semangat pagi dengan kicaunya. Sepasang kupu-kupu yang melintas di jendelaku bercakap dan berencana apa yang akan dilakukan mereka hari ini, mencari nektar, menikmati indahnya bunga, dan bersyukur betapa indahnya karunia Illahi Robbi yang tak pernah ada habisnya.
Pagi ini indah, tapi entah mengapa tidak merespon pada katiku. Sedari tahrim subuh pikiranku hanya dipenuhi tentang imunologi yang nanti akan diujikan. Sedikit bedebar dan kesal. Mungkin kesalahan hati yang terlalu memanjakan nafsu, memelihara baik-baik malas dan antek-anteknya yang membuat diri ini lalai akan tanggung jawab sebagai mahasiswa. Jadi inget dawuhnya ibu.
“sekarang sudah mahasiswa, semester empat lagi. Harus dijaga segala urusannya. Harus bisa bermanfaat dalam kebaikan dengan orang lain”. Kata-kata itu menjadi pelajaran tersendiri untukku.
Sebenarnya, hati ini muram karena masih terbawa suasanan kemarin sore. Penawaranku untuk ikut les bahasa Inggris ditolak oleh ibu.
Champy tiba-tiba bunyi, Ibu telfon.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam”. jawabku sedikit cemberut
“besok ujian apa nduk?”. Tanya ibu.
“Imunologi”
“belajar yang rajin, masalah ikut les b.Inggis dipikirkan setelah UTS saja. Nduk sekarang fokus dulu di UTSnya”.
“njieh buk. Tapi khursus bahasa yang ditawarin temen itu standarnya bagus dan berkualitas, harganya juga lumayan murah buk”. Jawabku masih cemberut
“Belajar bahasa sekarang itu tinggal lihat praktek masing-masing anak. Ibu merasa bahasa Inggrisnya nduk dah bagus kok. Tinggal ngomongnya saja, mau apa ga’. Banyak mahasiswa sekarang yang ikut les sana-sini tapi kalau dia tidak mau berbicara njeh sami mawon kan?”. Jelas ibu padaku saaat itu.
“njieh buk”. Jawabku singkat.
Gag tahu kenapa hati ini mulai sadar jika terlalu egois. Dan kata-kata ibu saat itu langsung berdifusi dengan nafas yang mulai berat. Airmata juga ikutan ambil bagian. Tapi Alhamdulillah masih bisa nahan, kata-kata ibu memang selalu membuatku diam dan lebih mengerti.
“ya sudah, nduk belajar buat UTS dulu. fokus UTS ya”.
“njeh buk, doain nida ya buk, biar UTSnya nida lancar”.
“iya sayang, ibu selalu berdoa untuk nida kuk. Dijaga kesehatannya. Ibu pamit ya. Assalamu’alaikum”.
“Wa’alaikumsalam”. Nada putus kemudian berbunyi.
Entah kenapa hati ini kecewa setelah ibu melarang keinginanku. Keinginan untuk bisa ikut les bahasa Inggris. Kenapa ibu melarang? padahal beliau juga ingin aku bisa bahasa inggris dengan baik. Tapi hati hanya bisa berharap. Mungkin ibu memiliki alasan tersendiri. Akhirnya, mengikuti nasehat ibu adalah terbaik menurutku saat itu. Meskipun niatan tersebut masih kuat tertancap, yah mungkin ini memang bukan waktu yang tepat. Harus tetap fokus ujian tengah semester. Meskipun sedikit ada rasa kecewa. Dan berlanjut kepada sepasang kupu-kupu yang pergi menjauh dari jendela dan meninggalkan diriku dengan renungan.
“Haha… Alhamdulillah deh kalau kamu ga jadi ikut les bahasa Inggris nid”. Kata Andin sambil ketawa-ketiwi.
“Alhamdulillah?! Oh, jadi anty seneng neh ceritanya melihat sohibnya sedih!”. Kataku saat masuk kamar dengan sedikit jengkel.
Di kamar, si Andin malah tambah semarak ketawanya sambil joget-joget ala Shine, boy band korea yang gag jelas banget. Tapi anak sealim Andin kuk ya bisa-bisanya nge-fans ma cowok-cowok canti itu. Hmmm…
“haha, konsen UTS dulu kenapa? Masaahl itu kan bisa dipikirkan nanti”. Kata Andin dan tetap dengan ucapan syukurnya kalau aku ga bisa ikut les.
“iya tahu, tapi apa salahnya menyiapkan. Cos ibu itu orangnya pelupa n mudah marah. Kalau aku ambil keputusan sendiri dan ketahuan ibu, bisa-bisa uang saku sebulan ga di kasih”. Jelasku sambil buka buku Imunologi.
“hehe… nasib lu itu ukh”
“oh gitu ya?!” jawabku sambil ngelirik Andin sinis. Dia tetep aja asyik dengan ketawanya sambil ndengerin mp3nya.
“eh,eh.. ga gitu maksudku ukh. Hmm, Alloh ngerti kuk apa yang kamu inginkan, tapi Alloh juga ngerti apa yang paling kamu butuhkan. Coba dech, keputusannya ibu tadi di ambil pelajarannya, kalau kamu harus mementingkan sesuatu yang lebih penting, mana yang jadi proritas. UTS juga penting, katanya mau dapet IPK cumload? Mau gag?”. Jelas Andina.
“iya, mungkin aku harus lebih pengertian lagi”
“gitu dong”. Jawab Andin. Kali ini dengan muka sumringah luar biasa
“tumben kamu dewasa banget hari ini? Kesambet apa ukh?” tanyaku nyindir Andin. Cos, ga biasanya dia bisa sebijak itu. Tiap hari hobbynya nonton boy band korea kok ya bisa dapet ilham.
“kesambet malaikatnya SKI”.
“idiiihh..” kataku lalu kulanjutkan fokus belajar. Semoga semua keputusan ini bermanfaat.
Ibu itu pengertian, keinginannya hanya sederhana. Sederhananya samar, seperti buih embun yang datang dan pergi tanpa kita tahu. Keinginan sederhananya melebihi kasih sayang. Keinginan yang sederhana itu ada, karena ibu tidak meminta balasan lebih dari anak-anknya. Sayang, kita jarang mencoba untuk memahami keinginannya ibu yang sederhana. Keinginan agar putri mereka menjadi putri yang luar biasa. Kadang kita bertanya-tanya, kena ibu melarangku untuk ini dan itu? Kenapa ibu selalu menyuruhku agar seperti ini dan seperti itu? Kenapa ibu egois? Apa sebenarnya yang diinginkan ibu padaku? Kadang kita mengeluh atas keinginan sederhana ibu. Kadang kita berontak dengan larangannya. Kadang kerasnya hati tiba-tiba muncul dengan menggebrak dan berbicara keras dihadapannya. Astaghfirullahal’adzim, maafkan aku ibu. Aku ingin berbakti kepadamu.
Pagi datang lagi, seperti biasa. Tapi suasana hati pagi ini tidak biasa, gelisah luar biasa. Ujian Imunologi sebentar lagi. Semoga usaha keras tadi malam tidak sia-sia. Piring berserakan dan gelas kosong seolah-olah menjadi sebagai saksi biksu kerja kerasku malam itu. Bisa dibayangkan, kamarku berantakan MasyaAllah. Jam tidur berkurang drastis. Saling berkejaran dengan detik yang sedari tadi berputar. Kapan dia berhenti dan memberikan waktu lebih untukku dalam menyelesaikan bacaan yang tinggal beberapa lembar lagi. Lembaran-lembaran handout antibiotik, sitokin, dan berbagai asas keimunologian masih antri menunggu untuk dibaca, jam dinding menunjuk pukul 01.00 WIB dan aku memejamkan mata. Ya Robbi… semuanya kupasrahkan padaMu hari ini.
Hanya shalawat dan doa yang menemaniku sepanjang perjalanan pagi itu. Kukayuh buroq milleniumku, sebuah ontel reot dengan istighfar di tiap jengkalnya. Sesampai di kampus, ruangan ujian telah dipenuhi mahasiswa yang sibuk dengan buku yang dibawanya. Tak tahu apakah di baca atau hanya segedar dibawa sebagai jimat penenang hati sebelum ujian dimulai.
“gimana li, udah siap ujian Imun kan?” tanya Nyus sambil menepuk pundakku keras. Aku yang sedari tadi melamun memandang jam dinding tersentak.
“g tahu lah nyus, kepalaku nyut-nyutan gara-gara tadi malem belajar SKS”. Jawabku sekedarnya.
“nieh sampingku masih kosong bangkunya, kamu disini aja biar bisa kasih contekan”. Katanya sambil senyum meringis.
“hmm… mau korupsi, ogah ah. Aku duduk disini tapi tanpa imbalan apa-apa. Okay”. Jawabku sambil tesenyum juga.
“kamu berani ga’ contekan Nid, Imun kan terkenal mistisnya. Kamu inget angkatan atasnya kita yang banyak UP imun. Ayolah Nid, aku juga akan bantuin kamu kok”. Bujuk Nyus.
“InsyaAllah ga’ apa-apa. Jujur itu mujur” jawabku singkat dan semoga dia faham atas jawabanku.
Satu sms masuk, ternyata dari ibu.
Banyak berdoa sebelum ujian, nduk nda usah pikir macem-macem dulu. Fokus di ujuan. Ibu disini doain nduk semoga lancar n sukses ujiannya.
Sms ibu langsung aku balas
Njieh buk, maafin nduk ya buk. Nduk sayang ibu.
Satu gerimis membasahi hati dan jiwa, gerimis itu tanda sayangku pada ibu. Membawa tenang dan damai. Semoga keinginan sederhananya selalu dapat aku penuhi. Amin…

Kazuha : Dari Vemus untuk FLP, afwan jika cerpennya acak2.an^-^

Angin dan Embun


Tahrim itu membangunkan santri untuk segera bergegas ke masjid. Pagi di sebuah pondok pesantren yang terletak di tepian lereng gunung. Embun masih tersisa di pucuk ilalang. Angin menusuk wajah yang masih ditetesi air wudhu, dingin dan menyegarkan. Menyusul dengan barisan shaf yang rapi dan rapat membelakangi takbir imam.

“Bagaimana kabar ust. Abid Ai?” pertanyaan itu tiba-tiba disodorkan oleh Qibty bebarengan dengan turunnya jama’ah subuh.

Aila hanya menoleh kearah Qibty. Dia faham akan pertanyaan itu dan semakin mengerti bahwa dia tidak menyukai Abid dan perjodohannya. Dia sedikit kecewa dengan kedua orang tuanya yang menerima begitu saja lamaran guru tafsir hadist lulusan mesir itu untuk dirinya tanpa ada nego sedikitpun.

“wes nduk, kowe wis gede. Ibu lan bapak mung pingin njenengan bahagia. Abid iku apik.” Kata orang tua Aila.

Pikirannya hanya terfokus masalah Abid dan perjodohan yang diterima orang tuanya. Ujian akhir aliah pondok ia abaikan begitu saja. Seakan ujian akhir itu juga pertanda akhir dari kebahagian dan mimpi-mimpi yang selama ini telah ia bangun susah payah.

Satu juga yang memberatkan.

“Sepertinya buruk dan aku tetap ingin dengan Hilmi.” Aila menjawad pertanyaan Qisty dengan mata sembab.

“Hilmi? Dia sudah merelakanmu untuk menerima lamaran ust. Abid Ai.”

“Apakah aku harus merelakan separuh hati pergi tanpa seizinku? Aku mengerti kenapa Hilmi berkata seperti itu. Karena dia mencintaiku. Dan itu alasanku untuk menolak lamaran Abid.”

”Aila…”

Angin itu membawa pergi kegembiraan dan harapan Aila. Hilmi, seperti embun, seseorang yang menenangkan telah mengambil separuh hatinya dan merelakan jika benar Aila menerima Abid. Seaseantero pondok pesantren sudah mengetahui kabar itu. Status Aila yang dikenal sebagai santri yang cantik, pandai serta keturunan kyai dan ust. Abid yang masih muda dan cerdas mendukung kabar itu semakin menyebar dipelosok pesantren. Banyak pihak yang setuju, tapi entah mengapa hati Aila tidak mengiyakan.

”njeh monggo kalaupun dek Aila tidak menerima, saya memberikan kebebasan dan ingin melihat dek Aila bahagia.” Kata Abid suatu hari ketika berkunjung ke ndalem orang tua Aila.
Hari ini haflah akhirussanah, santri sibuk menyiapan wisuda malam nanti. Tiba-tiba.
”Aila, ada surat untukmu.” Ukhty titis menyodorkan sepucuk surat ke Aila.
Aila mulai membaca, semenit kemudian nafasnya mulai tidak beraturan. Sesak dan menyakitkan. Hilmi akan pergi ke Qatar dua hari lagi dan mungkin kembali setelah 8 hingga 9 tahun kemidian. Dalam suratnya ia hanya meminta maaf atas khilaf yang selama ini pernah dilakukannya pada Aila. Maaf jika cintanya selama ini tidak sepenuh hati. Satu hal lagi, ia berpesan agar Aila menerima lamaran Abid yang ternyata kakak kandung Hilmi. Abid begitu mencintai Aila. Aila hanya bisa menunduk dan tidak bisa berkata-kata. Angin itu telah menghempaskan cinta embun pagi.

Halaman rumah itu terhias bunga sedap malam. Lirih shalawat terdengar disela-sela tamu yang datang silih berganti. Aila dengan gaun muslimnya yang cantik mengurung diri dikamar. Entah berapa kali sudah surat Hilmi ia baca hingga basah karena air mata. Mbok ndalem sudah berkali-kali mengetuk pintu Aila, tapi tidak ada jawaban.

”Mbok, biar saya saja yang mbujuk neng Aila. Mbok bisa ngelanjutin pekerjaan mbok lagi.” Pinta Abid dengan senyumnya yang santun.

Mbok mengiyakan pinta Abid. ”Njeh gus.”

”Kamu ingin seperti ini terus? Jika kamu tidak mencintaiku seharusnya kamu tidak perlu menerima lamaranku. Cepat hapus air mata itu dan mari kita keluar bersama.” Abid sabar menunggu jawaban dari Aila.

Pintu itu tiba-tiba terbuka, Aila keluar dengan sembab.

”Hari ini kamu adalah wanita yang paling cantik dan bercahaya. Berhenti menangis dan kuberikan tanganku untuk dirimu.” Bujuk abid sedikit merayu sambil meyakinkan bahwa dirinya sangat mencintai Aila.
Tamu di serambi semakin ramai. Ada guru-guru Aila yang juga teman ust. Abid. Tak ketinggalan Qisty dan teman-teman juga ikut memeriahkan walihatul ’ursy yang sederhana itu.
Ijab qabul berjalan lancar. Tangis hati Aila semakin menjadi. Hilmi tersenyum lega. Abid memahami perasaan Aila dan segera mendekapnya. Aila semakin menangis menjadi-jadi dan Hilmi hilang diantara kabut cinta Abid. Sambutan cinta Abid terbalaskan dengan rangkulan cinta Aila. Sedikit demi sedikit Aila ikhlas jika hatinya direbut Abid seutuhnya.
Angin sore berhembus lirih. Menenangkan hati dan menitipkan salam rindu embun esok hari. Semoga cintanya tetap ada. Diantara embun dan angin.

Sushi Pelangi

Ohayou^0^/

Pagi yang indah, tepat tanggal 4 desember 2010 (”tepat”, maksudnya??? Hehehe) satu lagi karya tercipta dari jiwa-jiwa muda yang begitu kreatif dan inovatif. Mungkin ini bisa dijadikan satu bahan ajar untuk menumbuhkan entrepleneur, selain itu juga biar kita-kita para muslimah muda sudah punya persiapan untuk menapaki kehidupan selanjutnya (werr…. lebay mode ON bgt ea^^)

Lanjut, pagi ini aku dan teman sekosanku, siska pingin buat masakan yang baru dan belum kita coba sebelumnya. Kita ingin buat bento (makanan yang biasanya dibuat bekal orang jepang untuk sarapan pagi ataupu sekedar mengasah kreatifitas dan biar gag bosen maem yang bentuknya monoton. Dari background kesukaaan yang sama dengan jepang dan segalanya yang berhubungan dengan jepang. Akhirnya kita putusin buat ngrancang desain, alat, bahan n cara pembuatan sebelum buat bento. Dan kita dapetin bahan-bahan yang seadanya dan alat-alat yang tidak mendukung sama sekali, di tambah desain yang gag ngeh juga, bento itu akhirnya dibuat juga.

Nie rinciannya….

Bahan:

Selimut (berhubung nyari norinya susah)

– Beras:           ¼ kg (tergantung pembaca mw buat seberapa banyak)

– telur:             2 btr

– tepung terigu: secukupnya

Isi

–        sawi (tergantung selera)

–        udang secukupnya

–        wortel secukupnya juga

–        tomat (kalau pingin, gag pingin juga gag papa)

isian luar

–        bihun 1 ons

bahan pendukung

–        garam ½ sendok teh untuk 2 btr telur

–        merica secukupnya

–        bawang merah

–        bawang putih

–        kecap manis

–        margarin

cara pembuatan

selimut

–        campur 2 kocokan telur dengan tepung teligu secukupnya, jangan lupa garamnya ea..

–        panaskan margarin, api jangan terlalu besar

–        goreng hasil kocokan telur tersebut selebar mungkin

isi

–        campur nasi hangat secukupnya dengan margarin

–        rebus irisan wortel dan sawi

–        potong panjang tomat yang sudah dicuci sebelumnya (jangn dimasak, soalnya q suka gt^^)

isian luar

–        siapkan sebelumnya bihun yang sudah direndam dg air dingin

–        lembutkan bawang merah putih

–        campur dengan merica dan garam secukupnya

–        panaskan margarin

–        tumis bumbu tersebut (inget, apinya gag boleh besar-besar)

–        masukkan bihun dan aduk rata

–        sekiranya sudah, tambahkan kecap manis

desain

nah, ini terserah pembaca mw di kreasikan seperti apa. Cuma disini juga akan dijelaskan pembuatan sushi pelangi ini.

–        selimut yang sudah jadi di tata di nampan (dilebarin ea, inget juga tangannya harus bersih^^v)

–        alasi lagi dengan nasi yang sudah diberi margari di atas selimut

–        tata diatannya bahan-bahan lainnya (sawi, wortel, tomat dan udang)

–        gulung dan padatkan

–        potong sesuai ukuran

–        dan akhirnya JADI….^0^/

selamat mencoba