Arsip

UJIAN, POIN GENERASI MUSLIM BERTANGGUNG JAWAB

bismillahirrohmanirrohim.

Deg-degan rasanya kalau sudah mendekati ujian. Baik itu ujian tengah semester atupun ujian akhir semester. hal yang sama juga dialami oleh beberapa mahasiswa perguruan tinggi di seantero nusantara. Bagi mereka yang sudah sigap di awal, mungkin akan lebih memilih tenang dan santai dalam menghadapi ujian tengah semester ataupun akhir semester. Berbeda dengan teman-teman yang persiapannya hanya mendekati hari H dan mungkin belajar SKS, wajah yang kuyu dan stres akan sangat terlihat, mata item gara-gara begadang semalam. Mengutip dari lagu abang Roma. Begadang itu tidak baik untuk kesehatan (bkn begitu?).

Let’s, sebenarnya apa pentingnya ujian bagi kalian? Sebagian dari mereka menjawab “IPK yang tinggi”? “Biar bisa dilihat pinter se kampus”? “Wah, kalau ujiannya bagus, IPK bagus, gampang dapet beasiswa dung”? “Wah, ortu gue bakal ngasih uang saku lebih”? “Wa, bisa student exchange ke luar negeri”? “Di kenal se civitas, keren kan”? kalo gue, udah biasa ujian bagus”? —itu mungkin segala alasan kalian sebagai mahasiswa memandang ujian itu sangat berpengaruh— “kalo elu???”.

sedikit testimoni dari SEKBID RISTEK JMV 2011 mamlu’atus sa’diyah “Namanya ujian tengah semester ya seperti ujian. mungkin sebagai rutinitas biasa, tapi esensinya sama dengan ujian yang diberikan Alloh kepada kita, bagaimana kita berusaha mempersiapkan dengan ikhlas walaupun terasa malas dan berat, berusaha mengerjakan dengan kejujuran, dan di awali dengan niat mencari Ridho nya serta menyerahkan semua hasil kepada nya”

Okay, ujian tengah semester ini harus lebih dimaknai lagi. Jangan hanya IPK oriented. Harus ada hikmah disetiap tindakan. Ingat, ujian yang kalian tempuh selama 2 minggu ini hanya sebagian ujian kecil dari ujian Nya. Renungkanlah, bagaimana tiap detik yang kita lalui dalam proses ujian tersebut, apakah selalu ada hikmah dan manfaat, sehingga kita lebih bersyukur atas apa yang kita dapat adalah hasil kerja keras kita yang jujur dan amanah? Apakah sama saja seperti yang kemarin? Atau lebih buruk lagi, dengan segala cara kita lakukan untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Tanggung jawab dalam proses itulah yang menjadi tugas kita sekarang sobat. Apalah atri ilmu yang kita dapat jika tidak manfaat di hari kelak, gara-gara sebuah proses yang salah besar. Na’udzubillah.

Pengenalan diri lebih dekat itu juga sangat berperan. Perenungan siapakah kita, darimana asal kita, untuk apa kita berada, dan apa yang akan kita lakukan saat kita ada adalah tanggung jawab kita untuk menhadapi ujian, bukan hanya ujian formal akan tetapi ujian dari Alloh SWT yang sangat nyata. Agar kita melakukan proses ujian itu dengan jujur, bertanggung jawab dan niat karena Alloh SWT. Selalu berikhtiar dan tawaqal.

Spesial untuk muslim dan muslimah, mereka selalu menggunakan seluruh potensi intelektualnya untuk berfikir dan berdzikir. Afalaa ta’qilun, afalaa tatafakkarun, afalaa tatabaddarun. “Tidaklah kalian berfikir, tidaklah kalian bertafakur, tidakkah kalian bertadabur? Itulah tanda seorang muslim yang selalu di ingatkan di tiap-tiap ayat Al-Qura’an. Semoga bisa istiqomah.

Godaan dalam ujian kali ini sepertinya akan sama dengan ujian sebelumnya. Bahasan contek mencontek, yang di elu kan sebagai biang keladinya korupsi kelas lele sudah biasa terjadi. Tinggal sekarang bagaimana kita sebagai seorang muslim membabat habis kebiasaan buruk tersebut. ingat, Alloh Maha Melihat. Ingat juga, orang yang tidak mempunyai iman akan mudah tergoyahkan. Seperti kapas yang diterbangkan angin. Tidak punya tujuan dan pegangan. Berbeda dengan seorang muslim, yang dirinya tidak akan tersesat dengan selalu berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Al-Hadist. Rasulullah SAW pernah bersabdah di akhir hidupnya

“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara, yang kalian tidak akan tersesat apabila berpegang teguh kepadanya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul”.

So, jangan berputus asa shobat.

“janganlah kalian berputus asa dari rahmat Alloh, Sesungguhnya hanyalah orang kafir yang berputus asa dari rahmad Alloh” (QS. Yusuf :87)

Buat ujian ini sebagai ujian yang nikmat. Seperti pesan pembimbing kita, Dr Helmy “nikmatilah apa yang kamu kerjakan sekarang dengan baik dan besemangat” (denger waktu kuliah kesling). Lakukan apa yang menurut kalian baik untuk ujian kalian masing-masing. Mulai dari diri sendiri, mulai dari yang terkecil, dan mulai dari sekarang. Semoga kita selalu saling menyemangati dalam kebaikan, selalu menegur ketika khilaf terjaga. Wallahu’alam.

sedikit mengutip dari “daun berserakan P. T Setyawan”

-Nuur. I-

MERAIH CINTA DENGAN CITA

Puasa tasu’ah hari ini sangat berat dan banyak cobaan. Terguyur hujan dua kali, harus berangkat syuro pemenangan BEM universitas pagi-pagi buta, persiapan ujian ilmu ternak, postest lisan virologi, rekapan mentoring baca Al-qur’an juga belum selesai, serta makalah genetika yang tiap hari masih mereka-reka.
Otak ini masih beradu dengan argumen bahwa nilai UAS kali ini tidak boleh gagal. Akan tetapi, berbagai tuntutan mencoba merusak tatanan perencanaan yang sudah cukup matang itu. Aku merasakan udara di masjid FKH ini serasa pengap, sempit, dan panas. Betisku hampir ngilu karena sedari tadi berlarian baik turun tangga untuk mengejar target finisnya tugas dan makalah-makalah dari profesor.
”kak ai, kuk kelihatan lemes gitu? Kakak sakit ta?” tanya adik angkatan yang waktu itu melintas di depanku.
Aku tidak tahu wajahku saat itu seperti apa, pucatkah atau seperti mayat hidup, aku tidak tahu. Yang aku rasakan hanya perut yang keroncongan karena dua hari dua malam hanya makan sepiring nasi dan hari ini masih menuntut untuk puasa.
Berlagak seperti orang yang super sibuk saja, sampai-sampai makanpun hanya sebagai sarat bahwa aku ini masih ingin hidup. Membahas sedikit tentang hidup, rangkaian peristiwa yang sungguh luar biasa yang menuntut untuk dipilih. Peristiwa yang baik ataukah yang buruk yang akan kau pilih untuk menghiasai hidupmu sehingga kau merasa tidak sia-sia untuk memilihnya.
Seperti diriku juga, aku lebih menyukai peristiwa yang klasik dan romantis. Padahal sikapku selama ini tidak menunjukkan iktikan sedikitpun untuk itu. Mungkin juga terlalu banyak membaca novel fiktif islam yang selama ini aku jejali. Ingat pertama kali membaca novel bergaya romansa itu kelas tiga SD, tapi entah apa judulnya, aku lupa. Romansa-romansa yang berbau cinta dan air mata. Tapi yang aku suka endingnya selalu membuatku tersenyum puas.
Analogi cinta yang terjadi padaku tidak bedanya dengan romansa-romansa islam. Hmm, memang aku siapa? Sehingga mengaku bahwa peristiwa hidupku ini seperti ide penulis kreatif yang tertuang dalam novel-novel best sellernya. Mungkin cerita yang ini tidak best seller.
Kiriman spesial yang telah Allah berikan waktu itu membuatku terpesona dan hampir tiap hari tersenyum. Ah, setiap hari aku adalah hambanya yang paling bahagia karena telah diizinkan mencintai dirinya yang menurutku sangat spesial. Meskipun belum pernah ketemu dan hanya berhubungan lewat pesan singkat dan telepon. Tapi entah mengapa kami sudah sangat mengenal satu sama lain. Hampir tiap hari kata-kata yang dia kirim melalui pesan seakan telah menjadi stimulus wajibku. Perhatiannya yang melebihi ibuku membuatku semakin yakin bahwa dia benar-benar mencintaiku. Dan memang benar.
MasyaAllah, sebelum romansa itu ada, aku telah menyimpan maklumat yang luar biasa. Tapi dimana, aku sudah lupa. Seorang sahabat mengingatkanku tentang catatan keramat itu.
”katanya anti pacaran?” kata hikari singkat.
Saat itu nafsu dan nurani berperan. Tidak ada yang saling mengalah. Masing-masing ingin memenangkan perang batin ini. Astaghfirullah, cobaan apa lagi yang harus kulalui demi menuju ridhoMu.
Jadi teringat pembicaraan dengan ibu di suatu pagi ketika aku ada di rumah.

“Biaya kuliah S2 iku berapa to nduk?” tanya ibuku di pagi buta saat itu. Tidak seperti biasanya, beliau berbaik hati membuatkanku secangkir susu hangat. Jadi teringat kecilku dulu, selalu ada secangkir susu coklat hangat setiap aku bangun tidur.

“wonten nopo buk? Ibu mau sekolah S2 lg?” tanyaku sambil meminum susu coklat buatan ibu.

“kalau S2 di IPB itu ada yang masih berhubungan dengan kedokterah hewan?” Tanya ibuku lagi tanpa menjawab pertanyaanku sebelumnya.

“njieh wonten buk, tapi mboten fokus tentang kedokteran hewan. Mungkin bidang-bidang yang ada hubungan dengan itu. Wonten nopo buk? Kuk tanya itu?” aku bertanya lagi. Yang aku takutkan pertanyaan itu tertuju padaku, dan ternyata memang seperti itu.

”Sampean belajar yang rajin mawon, insyaAllah ibu siap nyekolahkan Ai sampai S2. besok kalau sudah lulus PPDH langsung lanjut di S2 saja. Di IPB ibu lihat prospeknya bagus, jaringannya untuk pekerjaan juga tidak main-main. Jaman sekarang lulusan S1 sudah umbrukan. Cita-cita mung jadi pegawai negeri sipil juga ibu tidak mengizinkan, tidak ada barokah sama sekali. Ibu hanya mengharapkan itu”. Penjelasan ibu itu terlalu berat.

Aku hanya bisa diam. Aku bisa mengerti kenapa ibu tiba-tiba memutuskan seperti itu. Mungkin karena beliau tahu anaknya sudah mulai dewasa dan mengenal cinta. Bukan melarang untuk pacaran atau TTMan dan semacamnya. Ibu hanya ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Aku bisa mengerti perasaan dan keinginan sederhana beliau, ingin melihat anaknya bahagia dunia akhirat. Jujur, masalah jodoh dan pilihan siapa pasangan hidupku kelak, ibuku sudah menyerahkan semuanya padaku. Terpenting adalah keseriusan dan kesiapan kedepannya.

Wanita yang satu ini memang luar biasa. seorang ibu yang sangat hebat. Beruntung sekali aku pernah merasakan belaian dalam rahim dan dekapannya. Jika dia sudah berniat, badai akan diterjang. Sekalipun bisa, gunung-gunung yang menghalanginya akan dipindahkan. InsyaAllah, demi wanita perkasaku, srikandiku, dan ibuku yang kucintai sedalam dan seluas samudera ini. Aku akan meraihkan apa yang kau cita-citakan, dan itu sudah cukup untukku dalam bercita-cita. Hanya cita-citamulah yang menjadi cita-citaku. Cita-cita yang nantinya akan kugunakan untuk menggapai cinta ibu, cinta hakiki, cinta sederhana, cinta manis, dan termasuk cinta untuk seseorang yang aku tunggu untuk kuperkenalkan pada ibuku dan bekal cintaku untuk meniti ridho cintaNya.

Judul (terinspirasi dari karangan ibu Ijum Dkk, Ketua ACIKITA. Menggapai cinta dalam cita, ACIKITA publishing), Arigato bu Ijum…